
Jumat, 27 Februari 2009
Rabu, 25 Februari 2009
kungfu panda


Kungfu Panda adalah filem animasi tontonan keluarga, tentang suatu (hehehe… saya sengaja bikin istilah ini --- bukan “seekor” atau “seorang”) Panda yang bermetamorfosa menjadi pendekar kungfu andalan. Pengisi suara panda gendut ini adalah Jack Black.
Kenal Jack Black? Bintang filem komedi gendut, konyol dan “nggak banget” ini muncul dalam beberapa filem hollywood yang sukses. Di antaranya adalah “School of Rock” dan “Nacho Libre” dan bahkan “King Kong”. Nyatanya, ia memang seorang bintang lucu yang amat sukses (walaupun dalam “King Kong” ia mencoba berakting serius).
Cerita filem “Kungfu Panda” sendiri adalah berkisah tentang Po, panda gemuk anak penjual mie, yang terobsesi menjadi pendekar kungfu. Dengan cita-citanya itu, ia terengah-engah menaiki gunung menuju ke Istana Giok, kuil perguruan silat, menghadiri suatu event pemilihan pendekar naga sejati. Dan secara kebetulan serta tak terduga, ia terpilih menjadi Sang Pendekar Naga Sejati.
Padahal Master Shifu (diisi suaranya oleh Dustin Hoffman) sang guru dan kelima muridnya, Tigress (Angelina Jolie), Crane (David Cross), Mantis (Seth Rogen), Viper (Lucy Liu) dan Monkey (Jackie Chan) amat sukar menerima, betapa si gendut tak berbakat ini bisa menjadi pendekar tangguh. Namun, karena yang melakukan pemilihan adalah Master Oogway (Randall Duk Kim), guru dari Master Shifu, diterimalah Si Po ini. Akhirnya Panda Po --- Sang Pendekar Naga Sejati --- harus memecahkan teka-teki ilmu naga dan menghadapi tokoh (harimau) antagonis super sakti Tai Lung (Ian McShane). Tentu saja, selayaknya jagoan lain, Si Po pun menang.
Hasil karya sutradara Mark Osborne dan John Stevenson yang diproduksi oleh Dreamworks ini ceritanya bagus, lucu, berteknik animasi canggih dan mengajarkan beberapa filosopi hidup. Pelajaran yang dapat dipetik, di antaranya adalah kita harus selalu bersemangat, berniat baik dan teguh menggapai cita-cita. Jangan terjebak dengan keputus-asaan karena banyak kekurangan yang kita miliki! Dan jangan judge the book by it’s cover.
Dengan didukung oleh para dubber artis-artis papan atas, kesan “hidup” pun terbangun dalam Kungfu Panda. Beberapa kali sempat terlupa, betapa tontonan tersebut adalah semata-mata gambar animasi. Karakter Sang Pendekar Naga Sejati, Po, yang dilakoni oleh Jack Black begitu kuat. Terlebih mengingat betapa kondisi fisik asli bintang ini memang “tidak jauh-jauh amat” dibandingkan dengan fisik si panda.
Cerita yang dibangun pun tidaklah rumit. Mirip dengan cerita-cerita kungfu Hongkong dahulu, yang biasa diperankan oleh Jacky Chan. Kisah tentang anak muda lugu dan konyol, lalu mendapat guru yang galak, belajar dengan berat, sampai akhirnya harus melawan penjahat sakti. Plot seperti ini sederhana dan amat mudah dicerna. Anak-anak kecil pun bisa dengan mudah menyantapnya.
Yang juga menarik dari Kungfu Panda ini adalah gerakan jurus kungfunya. Para animator mengelolanya dengan begitu baik, sehingga menghasilkan gambar yang dahsyat. Macan dengan jurus cakarnya, cangcorang dengan jurus japitnya, monyet dengan tongkat gesitnya, bangau dengan gerakan melayangnya, ular dengan pagutan berbisanya dan panda dengan…..…eh., kesaktian perut gendutnya.
Secara keseluruhan, filem Kungfu Panda amatlah menarik untuk ditonton, tentu saja bersama segenap anggota keluarga. Anak-anak pasti menikmatinya, sementara buat orang tua komedinya amatlah menghibur. Terakhir, satu lagi. Buat bapak-bapak yang tahun 80-an dulu gaul dan senang musik, tunggu sampai credit title muncul! Ada lagu “Kungfu Fighting” yang ngetop dulu dan di-arrange baru. Don’t miss it! Only at theaters.
kungfu dunk

Nah, sebuah film baru keluaran Hong Kong pula, Kung Fu Dunk, garapan Kevin Chu, yang menyerupai Shaolin Soccer siap beredar pada 6 Februari di Indonesia, dan 8 Februari di Hong Kong, menyambut Tahun Baru China pada 7
Februari ini.Gaya komedi yang disuguhkan Kevin Chu bukan hal baru di perfilman Hong
Kong, seperti film-film kung fu Hong Kong di dekade-dekade yang lalu. Namun, Kevin Chu, seperti halnya Stephen Chow dengan Shaolin Soccer, memberi sentuhan gaya hidup modern. Jika Chow menggabungkan teknik kung fu dengan sepakbola, Chu melirik kung fu untuk digabungkan dengan basket. Teknik yang bermain basket itu adalah slam dunk.
Adalah Shi-Jie (Jay Chou) yang menjadi pusat penceritaan. Meskipun sebenarnya ia tidak terlalu aneh, ia adalah pemain basket yang paling jauh dari keren di antara teman-teman satu klubnya. Namun, lihatlah kemampuannya. Remaja yang besar di sebuah perguruan kung fu, tanpa diketahui ayah dan ibunya, ini secara ajaib bisa memasukkan sesuatu ke dalam lubang.Secara tidak sengaja itu dilihat oleh Li (Eric Tsang), laki-laki-laki pencari bakat, yang selalu gagal. Ketika bertemu, keadaan mereka sama, kelaparan dan akan tidur di jalanan.
Berbeda dengan usaha-usaha sebelumnya, Li sukses membawa Shi-Jie menjadi pemain basket terkenal, padahal saat itu Shi-Jie sama sekali tidak mengerti basket, kecuali kepandaiannya memasukkan benda apa pun ke dalam lubang. Li menjual drama kehidupan Shi-Jie, jagoan basket yang sedang mencari kedua orangtuanya, kepada pers.
Hanya dalam waktu sekejap, Shi-Jie menjadi selebritas basket. Berkat usaha Li pula, Shi-Jie diterima di klub basket First University yang dipimpin Ting Wei (Bo-Lin Chen).
Formula Biasa
Film ini memang bukan sekadar komedi yang diangkat dari basket dan kung fu. Terlalu banyak cabang cerita yang ingin disampaikan Chu dalam sebuah film berdurasi standar ini. Shi-Jie juga punya kisah cinta, Li Li (Charlene Choi), adik sang kapten yang selalu menjadi bagian dari tim.
Sayangnya Li Li jatuh cinta pada pemain paling keren di klub itu, Xiao Lan (Baron Chen), yang ditinggal mati kekasihnya.
Drama kehidupan Shi-Jie yang sedang mencari keluarganya juga cukup menonjol di sini. Kala menghadapi sebuah pertandingan, penonton digiring pada kebahagiaan Shi-Jie yang merasakan kehadiran orangtuanya di antara penonton. Namun, dugaan Shi-Jie itu salah. Seperti Shi-Jie, penonton juga kecewa pada tipuan klasik ini.
Kedua cabang cerita ini bukan klimaks, meskipun akhirnya Shi-Jie mendapatkan perhatian Li Li dan menemukan orangtuanya yang seorang konglomerat itu.
Dendam klub basket First University terhadap sebuah klub basket yang dimiliki seorang konglomerat yang menjadi tokoh antagonis yang terbalaskan dalam sebuah perjuangan panjang menjadi puncaknya. Ini adalah formula biasa yang ditemui pada film-film heroik atau drama.
Sayangnya, ketika menuju klimkas itu, banyak hal tidak masuk akal yang disuguhkan Chu yang juga menulis cerita ini bersama dengan Anne Wang dan Chao-Rong Lin. Bukan tentang aksi ajaib Shi-Jie, tapi lebih pada aturan main basket yang lebih mirip pada kick boxing, karena apa pun dianggap halal dalam permainan ini, termasuk mematahkan tangan, kaki, atau menghajar terang-terangan pemain lawan.
Mungkin ini memang cara Chu menonjolkan unsur komedi, apalagi ketika empat guru Shi-Jie ketika belajar kung fu menjadi pemain dengan jurus kung fu tradisional mereka. Ketika empat guru itu beraksi, teknik kungfu memang bisa mengalahkan teknik basket. Tapi kalau digabungkan, kung fu dunk memang tidak terkalahkan, dan hanya Shi-Jie yang bisa melakukannya. n
Langganan:
Komentar (Atom)

