Rabu, 25 Februari 2009

kungfu dunk




Nah, sebuah film baru keluaran Hong Kong pula, Kung Fu Dunk, garapan Kevin Chu, yang menyerupai Shaolin Soccer siap beredar pada 6 Februari di Indonesia, dan 8 Februari di Hong Kong, menyambut Tahun Baru China pada 7 Februari ini.
Gaya komedi yang disuguhkan Kevin Chu bukan hal baru di perfilman Hong
Kong, seperti film-film kung fu Hong Kong di dekade-dekade yang lalu.
Namun, Kevin Chu, seperti halnya Stephen Chow dengan Shaolin Soccer, memberi sentuhan gaya hidup modern. Jika Chow menggabungkan teknik kung fu dengan sepakbola, Chu melirik kung fu untuk digabungkan dengan basket. Teknik yang bermain basket itu adalah slam dunk.
Adalah Shi-Jie (Jay Chou) yang menjadi pusat penceritaan. Meskipun sebenarnya ia tidak terlalu aneh, ia adalah pemain basket yang paling jauh dari keren di antara teman-teman satu klubnya. Namun, lihatlah kemampuannya. Remaja yang besar di sebuah perguruan kung fu, tanpa diketahui ayah dan ibunya, ini secara ajaib bisa memasukkan sesuatu ke dalam lubang.
Secara tidak sengaja itu dilihat oleh Li (Eric Tsang), laki-laki-laki pencari bakat, yang selalu gagal. Ketika bertemu, keadaan mereka sama, kelaparan dan akan tidur di jalanan.
Berbeda dengan usaha-usaha sebelumnya, Li sukses membawa Shi-Jie menjadi pemain basket terkenal, padahal saat itu Shi-Jie sama sekali tidak mengerti basket, kecuali kepandaiannya memasukkan benda apa pun ke dalam lubang. Li menjual drama kehidupan Shi-Jie, jagoan basket yang sedang mencari kedua orangtuanya, kepada pers.
Hanya dalam waktu sekejap, Shi-Jie menjadi selebritas basket. Berkat usaha Li pula, Shi-Jie diterima di klub basket First University yang dipimpin Ting Wei (Bo-Lin Chen).

Formula Biasa
Film ini memang bukan sekadar komedi yang diangkat dari basket dan kung fu. Terlalu banyak cabang cerita yang ingin disampaikan Chu dalam sebuah film berdurasi standar ini. Shi-Jie juga punya kisah cinta, Li Li (Charlene Choi), adik sang kapten yang selalu menjadi bagian dari tim.
Sayangnya Li Li jatuh cinta pada pemain paling keren di klub itu, Xiao Lan (Baron Chen), yang ditinggal mati kekasihnya.
Drama kehidupan Shi-Jie yang sedang mencari keluarganya juga cukup menonjol di sini. Kala menghadapi sebuah pertandingan, penonton digiring pada kebahagiaan Shi-Jie yang merasakan kehadiran orangtuanya di antara penonton. Namun, dugaan Shi-Jie itu salah. Seperti Shi-Jie, penonton juga kecewa pada tipuan klasik ini.
Kedua cabang cerita ini bukan klimaks, meskipun akhirnya Shi-Jie mendapatkan perhatian Li Li dan menemukan orangtuanya yang seorang konglomerat itu.
Dendam klub basket First University terhadap sebuah klub basket yang dimiliki seorang konglomerat yang menjadi tokoh antagonis yang terbalaskan dalam sebuah perjuangan panjang menjadi puncaknya. Ini adalah formula biasa yang ditemui pada film-film heroik atau drama.
Sayangnya, ketika menuju klimkas itu, banyak hal tidak masuk akal yang disuguhkan Chu yang juga menulis cerita ini bersama dengan Anne Wang dan Chao-Rong Lin. Bukan tentang aksi ajaib Shi-Jie, tapi lebih pada aturan main basket yang lebih mirip pada kick boxing, karena apa pun dianggap halal dalam permainan ini, termasuk mematahkan tangan, kaki, atau menghajar terang-terangan pemain lawan.
Mungkin ini memang cara Chu menonjolkan unsur komedi, apalagi ketika empat guru Shi-Jie ketika belajar kung fu menjadi pemain dengan jurus kung fu tradisional mereka. Ketika empat guru itu beraksi, teknik kungfu memang bisa mengalahkan teknik basket. Tapi kalau digabungkan, kung fu dunk memang tidak terkalahkan, dan hanya Shi-Jie yang bisa melakukannya. n

1 komentar: